Perwakilan Gubernur Paparkan Tantangan Menjaga Hutan



TEMPO Interaktif, Banda Aceh – Perwakilan gubernur dari Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, dan Aceh memaparkan beberapa tantangan dalam menjaga lingkungan terkait project Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Paparan itu disampaikan dalam konferensi pers di Banda Aceh, Rabu (19/5).

Lima wilayah itu adalah peserta dari Indonesia dalam pertemuan Governors’ Climate and Forest (GCF) Taskforce Metting 2010. GCF dihadiri oleh pada perwakilan provinsi/negara bagian yang peduli hutan, di antaranya dari Amerika Serikat, Brasil, Nigeria, dan Meksiko.
Tujuannya membahas dan merumuskan sejumlah kebijakan untuk memperjuangkan hak masyarakat lokal atas hutan dan juga membahas teknis menghitung stok karbon dan merumuskan kebutuhan yang diperlukan dalam proyek REDD..

Staf Ahli Gubernur Kalimantan Timur, Dody Ruhyat menjelaskan kebakaran hutan menjadi momok bagi pihaknya dalam menjaga lingkungan. “Tetapi belakangan ini kebakaran hutan sudah jarang terjadi di sana,” ujarnya.

Menjaga hutan dan persiapan menghadapi project REDD, Kaltim telah meluncurkan program ‘Kaltim Hijau’. Daerah tersebut mempunyai luas hutan sebesar 19 juta hektare yang sebanyak 1,3 juta hektarenya mengalami kritis dan perlu ditangani segara. “Sepanjang 2003 sampai 2010, laju deforestasi di Kalimantan Timur mencapai 200.000 per tahun.”

Menjual karbon dalam program REDD, Pemerintah Kaltim perlu perjuangan tinggi dalam mengajak masyarakat ikut mendukung menjaga hutannya. Diharapkan pada 2015 Kaltim telah siap dalam project REDD, sehingga hutan Kaltim tidak hanya berfungsi ekonomi tetapi juga ekologi.

Di Papua dan Papua Barat, laju deforestasi hutan tergolong kecil. Umumnya diakibatkan oleh pembangunan dan pemekaran wilayah, juga illegal logging. Mengatasinya, dua Provinsi tersebut telah mengeluarkan kebijakan larangan membawa kayu Papua ke luar wilayah. “Kebijakan itu ditetapkan pada 2008 lalu,” kata Noah Kapisah, Kepala Badan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Provinsi Papua.

Menurutnya, Papua sangat komit menjaga lingkungan dengan konsep membangun ekonomi rendah emisi. Pemerintah Papua juga fokus pada project REDD untuk kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
Secara umum, Papua dan Papua Barat memiliki 31 juta hektare hutan. Sebesar 6,2 juta hutannya adalah hutan industri yang akan dimasukkan dalam program REDD atau penjualan karbon.

Sementara Sekda Papua Barat, Martin Luther Rumadas menjelaskan pihaknya masih baru dalam forum GCF. “Kami masih mengikuti kebijakan yang diterapkan Provinsi Papua, setelah kembali dari Aceh nantinya, kami akan membuat taskforce sendiri terkait project REDD,” ujarnya.

Koordinator Taskforce REDD Aceh, Fahmi Ridwan menjelaskan, Aceh melihat program REDD sebagai potensi besar dalam membangun kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. “Bukan hanya mengharapkan kompensasi saja, tapi juga bagaimana membangun masyarakat di sekitar hutan,” ujarnya.

Menurutnya, REDD adalah akibat bukan sebab. Artinya, ada atau tidak adapun project penjualan karbon, hutan tetap perlu dijaga. Dia menargetkan pada 2012 mendatang, Aceh telah siap menghitung karbonnya dan mekanisme untuk penjualan karbon tersebut.

Sementara itu, Penasihat GCF untuk Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Papua, Marina Embiricos mengatakan saat ini semua pihak yang tergabung dalam forum GCF sedang menghitung jumlah karbon di negaranya dan membuat metodelogi. “Ini perlu dibahas bersama dan nantinya disesuaikan dengan pasaran internasional. Selama ini pasaran karbon belum ada,” ujarnya.

Secara nasional di Indonesia, wewenang penghitungan jumlah karbon tersebut berada di bawah Departemen Kehutanan.
Adi Warsidi
sumber:
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2010/05/19/brk,20100519-248985,id.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hutan Desa Setulang kabupaten Malinau telah di verifikasi oleh Kementerian Kehutanan

DAFTAR ALAMAT INSTANSI KEHUTANAN KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN

Bukit Soeharto